PENGUATAN IKLIM INVESTASI BATAM (PERSPEKTIF REFORMASI BIROKRASI)

Fakultas Ekonomi dan Bisnis – UNRIKABERITA PENGUATAN IKLIM INVESTASI BATAM (PERSPEKTIF REFORMASI BIROKRASI)
0 Comments

FIRDAUS HAMTA

(Staf Pengajar Fakultas Ekonomi  Universitas Riau Kepulauan Batam)

(Diterbitkan dalam Harian Batam Pos, Edisi 26 Juni 2012)

 

Reformasi Birokrasi merupakan salah satu yamg menarik perhatian  Pemerintah Pusat untuk memperbaiki dan menyeimbangkan hak dan kewajiban antara masyarakat dan pemerintah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Reformasi birokrasi diharapkan menyentuh semua elemen Pemerintahan saat ini, antara lain reformasi pada kelembagaan, sumber daya manusia aparatur, tatalaksana, akuntabilitas, transparansi, pengawasan, dan pelayanan publik, yang diharapkan mempercepat pencegahan dan pemberantasan korupsi secara berkelanjutan dan mendorong terciptanya tata pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa (good governance and clean government).

Hal yang terberat dalam reformasi birokrasi bukan terletak pada pembenahan sistemnya tetapi perubahan mind-set dan culture para aparatur pemerintahan. Adanya paradigma dan budaya yang memposisikan penyelenggara pemerintahan sebagai distribusi kekuasaan, ketimbang menjadi pelayan masyarakat yang bertugas memberikan hak-hak sipil yang melekat pada masyarakat, merupakan faktor utama kerumitan dalam reformasi birokrasi. Upaya mereformasi birokrasi, saat ini tengah dilakukan pembahasan RUU tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang sekarang disebut PNS.

Penyelenggaraan birokrasi pemerintahan pada tatanan sistem reformasi birokrasi, menjadi alternatif kekuatan baru yang dapat menyentuh kebijakan-kebijakan pembangunan segala bidang termasuk bidang ekonomi. Dalam perspektif ekonomi, investasi merupakan faktor yang kuat dalam mendongkrak pergerakan ekonomi. Dan konteks investasi sebagai kekuatan dalam akselerasi pembangunan diberbagai daerah, maka investasi dibutuhkan konsepsi dan good will yang komprehensif dan masif yang harus dimulai oleh pemerintah itu sendiri, dan agenda reformasi birokrasi baik di Pemerintah Pusat dan daerah diharapkan mampu menjawab akselerasi investasi di daerah seperti dan khususnya di Batam yang didukung oleh implementasi otonomi daerah dan free trade zone (FTZ).

Persepsi umum yang dianggap strategi yang kuat dalam mendongkrak investasi daerah yang gencar dilakukan, banyak bertumpu pada strategi promosi dan berkunjung ke Negara-negara lain, tapi kurang gencar bahkan berat untuk melakukan dan melihat faktor-faktor lain. Sederhananya faktor ketertarikan (kesuksesan) atau kendala/penghambat/kegagalan dalam Investasi di daerah, umumnya dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya faktor geografis, potensi daerah, ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM), regulasi dan infraststruktur.

Batam yang selalu digambarkan memiliki kompleksitas faktor-faktor diatas dalam menguatkan iklim investasi, namun tidak lepas dari munculnya permasalahan-permasalahan lain seperti persoalan buruh, keamanan dan ketertiban hukum maupun produk hukum seperti munculnya perda-perda yang tidak pro investasi atau masih panjangnya regulasi perijinan, belum lagi faktor eksternal seperti faktor krisis ekonomi regional atau global, yang saat ini mulai terasa dampaknya terhadap iklim investasi di Batam.

Dalam satu situs media Nasional “ Antara” pada tanggal 19 Januari 2011 merilis bahwa pada Tahun 2011 DKI Jakarta daerah terfavorit di Indonesia dalam Penanaman Modal Asing (PMA) dikarenakan DKI Jakarta sebagai Ibu kota Negara, lalu Jawa Barat, Banten dan Papua. Pada Tanggal 4 Desember 2011 “bisnis.com” meliris bahwa Singapura menjadi penyumbang terbesar investasi di Indonesia, padahal secara geografis Batam lebih strategis menyedot investasi asing dengan potensi kekhasan daerah seperti berdekatan langsung dengan Singapura dan Malaysia, bermuara dengan Selat Malaka, infrastruktur yang memadai, akses transportasi yang baik dari laut dan udara dibanding daerah lain di Indonesia, lebih lagi telah diperkuat dengan implementasi free trade zone (FTZ) yang beberapa kali mengalami revisi.

Upaya untuk menyederhanakan permasalahan investasi dan mengoptimalkan dukungan implementasi free trade zone (FTZ) di Batam, serta sedikit merubah strategi daya saing Batam, harus dimulai menjawab  dengan “sistem birokrasi” yang dikenal dengan Reformasi Birokrasi, dan tidak lagi banyak mengekspos memiliki daya saing dari sektor upah tenaga kerja yang murah tapi harus disambut dengan pendekatan strategi dan sistem birokrasi yang prima, karena permasalahan sektor gaji dan upah di Batam bahkan dilevel nasional sudah terbukti memiliki permasalahan tersendiri yang tidak mudah diabaikan, seiring dengan tuntutan kehidupan yang tendensius untuk terus meningkat. Sejalan dengan itu sesungguhnya pretensi yang besar dalam penyelesaian masalah daerah terletak pada pemerintahan (birokrasi) itu sendiri.

Indikator umum dan efek dari reformasi birokrasi dalam konteks sosial, hukum keamanan serta pelayanan dalam investasi di Batam sederhananya menyangkut beberapa hal :

  1. Penguatan Demokratisasi dan Keterbukaan Institusi Pemerintah dan Legislatif

Implementasi demokratisasi di birokrasi pemerintah dan di legislatif, menyangkut mentalitas dan kesiapan untuk menjadi institusi yang terbuka, demokratis dan transparan.  Demokratisasi merupakan upaya terbukanya pintu seluas-luasnya bagi masyarakat untuk terlibat dalam hal kebijakan-kebijakan publik. Dan akan menjadi pintu masuk bagi masyarakat untuk menentukan/memperjuangkan nasibnya, sikap kritis yang konstruktif, membuka kebebasan tanpa sikap otoritarian, serta sebagai pintu untuk menuntut profesionalitas aparatur publik.

Institusi publik yang demokratis tidak akan alergi dengan demonstrasi, terbuka menerima kritik dan jika semua kebijakan publik melibatkan masyarakat itu sendiri justru mampu mencegah munculnya demonstrasi dan protes di masyarakat. Terbukanya keterlibatan unsur-unsur masyarakat akan mendorong transparansi pemerintah dan konsisten terhadap keputusan dan kebijakan publik, mencegah keresahan yang bisa memicu munculnya kekisruhan sosial dimasyarakat yang mengurangi nilai iklim investasi daerah sendiri.

  1. Interpretasi dan Implementasi Aturan

Media ini (Batam Pos) pernah merilis dengan judul “Birokrasi Menghambat Investasi di Batam”, dimana dikatakan bahwa data doing bussines 2012 yang diterbitkan Bank Dunia dan international finance corporation yang dipublis di laman resmi Bank Dunia  menempatkan kota Batam pada posisi ke 10 di Indonesia dalam berinvestasi. Tentunya ini sinyal yang kuat yang memposisikan unsur birokrasi memiliki permasalahan, baik dari sistem pelayanan, hukum, maupun dalam pembiayaan, termasuk implementasi sebagai daerah kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas (free trade zone). Makna lain belum maksimalnya mengantarkan Batam menjadi gadis cantik nomor satu dalam hal investasi di Indonesia.

Dalam konteks ekonomi pembangunan, perencanaan dan pengembangan serta pembangunan ekonomi, disektor kebijakan publik dan daerah merupakan domain pemerintah untuk mentransformasi struktur dan kelembagaan yang menyentuh pada semua lapisan masyarakat. Dan terkait dengan penerapan aturan free trade zone khususnya di Batam, dimana institusi inti dan regulator terletak pada BP Kawasan, Kepala Daerah baik sebagai bagian dalam Dewan Kawasan tetapi dalam implementasi hak otonom jajaran Pemerintah Daerah memiliki hak dalam menerbitkan perijinan dan memediasi hubungan kerja (perusahaan dan pekerja), maka persoalan free trade zone dan mendongkrak iklim investasi tidak hanya terletak pada BP Kawasan, tapi meliputi semua elemen Pemerintah yang ada di Batam. Sinerjitas semua aparatur yang terlibat didalam harus solid, seperti harus menggunakan penafsiran aturan yang sama, definisi dan pemahaman yang sama dari maksud dan tujuan dibuat dan diterapkannya  free trade zone khususnya Batam.

  1. Akses Pengaduan dan Pengawasan Masyarakat

Dalam era keterbukaan saat ini, berbagai elemen masyarakat semakin aktif dan melibatkan diri dalam pengawasan institusi pemerintah. Diantara dasar hukum terbukanya akses masyarakat tersebut yakni Undang-undang nomor 25 tahun 2009 dan Permenpan nomor 12 tahun 2009 tentang pelayanan publik dan  Undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), yang mengatur mengenai kewajiban badan publik negara dan badan publik non negara untuk memberikan pelayanan informasi yang terbuka, transparan dan bertanggung jawab kepada masyarakat. Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) meliputi semua kegiatan yang menggunakan keuangan negara, baik yang sifatnya kebijakan maupun keuangan negara (anggaran daerah). Artinya peran serta masyarakat memiliki dasar hukum untuk melakukan pengaduan dan pengawasan institusi birokrasi, dan adanya dorongan hukum yang kuat bagi institusi pemerintah untuk melakukan pembenahan dan peningkatan pelayanan publik di segala bidang baik adminsitarasi, kesehatan, keamanan dan sebagainya, serta untuk membangun kepekaan semua birokrasi pemerintah agar lebih responsif dan akuntabel.

  1. Ketertiban Umum dan Penegakan Hukum

Faktor keamanan, kepastian hukum, keadilan sesungguhnya menciptakan profil daerah yang kuat, kuat dalam hukum serta kuat dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sehingga berdampak pada penguatan iklim investasi dari sisi lain. Sebaliknya jika terjadi fenomena tindakan kejahatan, kekisruhan sosial dan ketidak-pastian hukum bagi yang bersengketa di masyarakat, mengartikan dan menggambarkan pemerintah dan institusinya lemah, dapat berdampak bahwa daerah kurang nyaman dan sebagainya dalam berinvestasi. Maka stabilitas sosial yang kondusif dan kepastian hukum merupakan hal penting dan daya tarikyang kuat.

  1. e-government

Adanya pengaruh prilaku manusia dan pergeseran dalam sistem sosial pada masyarakat atas pemanfaatan perkembangan tekhnologi informasi saat ini, mendorong diterbitkannya Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2003 tentang kebijakan strategis nasional pengembangan e-government di institusi pemerintah berbasis teknologi informasi.

Diantara tujuan dari e-government adalah terwujudnya pemeritahan yang domokratis, menjamin tatakelola pemerintahan yang baik (good governance), mendukung partisipasi aktif masyarakat dan dunia usaha dalam pengambilan kebijakan dan pelayanan publik. Dan dari perpektif lain dampak dari penerapan e-government adalah penyederhanaan prosedur birokrasi, peningkatan efisiensi, perbaikan koordinasi dan komunikasi, peningkatan transparansi, peningkatan pelayanan publik, sekaligus dapat mendorong efektifitas potensi daerah menuju segmen pasar global.

Batam memiliki kekhasan dan potensi yang besar dalam berinvestasi, yang tidak dimiliki oleh daerah lain di Indonesia. Maka perlu membangun dan memperkuat  minimal 5 (lima) indikator diatas, baik dalam konteks reformasi birokrasi maupun sebagai upaya perluasan rasa optimisme pada pelaku usaha (investor) dalam berinvestasi. Konteks tersebut minimal mampu membangun imej (profil city) Batam sebagai nilai tambah (edit value) daerah yang nyaman dan mudah dalam berinvestasi. Gampang kan, semoga…